"KAPATA" TRADISI LISAN

Kapata Ite Tani Pauna Rua (Kedua Matanya Menangis) merupakan nyanyian rakyat Maluku. Salah satu sastra lisan yang dikenal masyarakat adat di Maluku dan memiliki fungsi penting dalam ritual adat seperti panas pela atau reuni antara negeri yang terikat hubungan pela gandong. Pengajar mata kuliah hukum adat di Universitas Pattimura, Fricean Tutuarima, yang mengkaji kapata menuturkan, kapata bisa menjadi media penutur sejarah masyarakat Maluku dan penjaga nilai dan norma demi merajut kembali hubungan orang basudara di Maluku pascakonflik. Menurut Fricean, Kapata Ite Tani Pauna Rua berkisah tentang perpisahan yang terjadi di antara lima bersaudara, leluhur dari lima negeri yang terletak di pesisir barat hingga utara Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Persekutuan adat kelima negeri itu dikenal dengan nama Amarima Hatuhaha yang terdiri atas Pelau, Kailolo, Kabauw, Rohomoni, dan Hulaliu. Kapata Tani Te Pauna Rua merupakan nyanyian rakyat liris yang isinya bercerita soal perpisahan Pikai Laisina dengan empat saudaranya. Pikai dilukiskan menangis karena harus berpisah dengan empat saudaranya. Dia menangis mengingat tifa (beduk) di Masjid Nambuasa, yang sejatinya merupakan masjid milik Pikai dan keluarganya. Fricean mengungkapkan, pilihan memeluk agama Kristen tidak serta-merta menyebabkan Pikai Laisina dan keturunannya diasingkan oleh keempat saudaranya. Fungsi, peranan, dan kedudukan negeri Hulaliu dalam tatanan adat Hatuhaha Amarima tidak mengalami perubahan. Peninggalan Pikai Laisina tetap utuh dan terpelihara hingga saat ini. Benda-benda peninggalan yang antara lain berupa masjid dan Al Quran tetap terjaga. Bahkan, warga Hulaliu tetap diberi akses untuk memelihara peninggalan leluhur mereka sebagai penanda hubungan persaudaraan atau gandong. Sebagai tradisi lisan, kapata, seperti Kapata Tani Te Puana Rua, berfungsi sebagai penghargaan terhadap sejarah dan relasi sosial tradisional antarmasyarakat yang berbeda agama dan wilayah. Harmonisasi masyarakat dibangun lewat kesadaran akan sejarah yang terkandung dalam kapata.

“Damai Dibumi Haturessy”

Terletak di antara hamparan putihnya pasir Yanain Kau ada bagi kami, birunya laut Hijaunya hutan itulah lambang kekayaan Mu Negeri Ku Hulaliu…… Oh……Negeriku Haturessy Rakanyawa Kau lah kebanggaan kami Putihnya toya, seputih hati anak-anak Negeri Sekilas sinar yang membias di ujung harapan Ada pancaran kasih yang membius hati mereka disana Damai ……. Oh Damai….. Dimana kah engkau… kini natal telah tiba Dapatkah kau hiasi rona natal di malam ini..? Sudikah kau kami rasakan di Bumi Haturessy Rakanyawa Sungguh ku rindu akan kehadiranMu Bagi Negeriku Hulaliu tercinta Basudara samua di bumi Haturessy Mari katong piara damai Biar hidop lebe bai Natal selalu membawa damai bagi kita semua Karya : Ria Timisela

Kemegahan Terakhir